Sebagian besar dari orang tua yang sering membaca buku-buku pernikahan atau parenting pasti tidak asing dengan Ust Mohammad Fauzil Adhim. Beliau banyak menulis buku-buku yang sangat inspiratif . Ayah yang bersahaja ini jadi salah satu penulis favorit bunda.
Nah, saat blogwalking ke
http://keluargasakiafra.blogspot.com bunda menemukan salah satu tulisan beliau yang menarik tentang anak-anak. Sudah pernah baca sebelumnya tapi selalu senang mengulang membacanya kembali karena tulisan dari Ust Fauzil Adhim ini memang benar-benar mak jleb banget.
Sengaja bunda posting di blog Kanaya supaya menjadi pengingat bunda bahwa anak adalah amanah Allah yang harus dijaga sebaik-baiknya. Tidak hanya menjaga secara fisik tetapi terjaga juga akhlaknya....
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Mengisi Ruang Jiwa Anak Kita - Mohammad Fauzil
Adhim
Waktu
kita sangat pendek.
Anak-anak
itu tak selamanya kecil. Pada saatnya mereka akan tumbuh menjadi
dewasa, mandiri dan berkeluarga. Kalau mereka sudah menikah, tak ada
lagi kesempatan bagi kita untuk meniupkan balon, bermain petak umpet,
membacakan buku cerita, atau mewarnai bersama. Betapa pun inginnya
kita, tak ada lagi waktu yang tepat untuk membuatkan telur ceplok dan
menyuapi mereka seraya bercanda dan memuji gambar-gambarnya yang lucu
yang lebih menyerupai benang kusut dan lidi berserakan.
Ya
….., anak-anak itu tak selamanya kecil. Kalau Allah Ta’ala
memberi mereka umur panjang, sebelum habis kekuatan kita untuk
berjalan denga tegak dan berbicara dengan suara lantang, anak kita
yang kemarin merengek meminta perhatian kita itu sekarang mungkin
sudah sibuk memenuhi jadwal kegiatannya yang sangat padat. Anak-anak
yang menahan tangisnya karena kita tak kunjung mau mendampingi mereka
untuk menuturkan cerita, hari ini mungkin kita yang harus belajar
menahan diri karena sangat ingin mendengar cerita tentang mereka dari
lisan mereka sendiri.
Sungguh,
kehidupan kita dan anak-anak kadang seperti pusaran nasib yang sedang
dipergilirkan. Saat anak kita lahir, mereka sepenuhnya bergantung
kepada kita. Mereka benar-benar amat memerlukan kehadiran kita,
sentuhan tangan kita, dekapan ikhlas kita, serta kerelaan kita untuk
menatapnya penuh cinta. Inilah saat yang berharga untuk anak kita.
Tetapi saat inilah yang justru sering kita abaikan karena boleh jadi
kita tidak merasa membutuhkan mereka. Semakin bertambahnya umur,
semakin berkurang ketergantungan mereka kepada kita. Mereka mungkin
masih memerlukan kita, tetapi karena sudah tidak terlalu tergantung,
mereka bisa mengalihkannya kepada orang lain.
Saat
usianya memasuki remaja posisi kita semakin lemah
mereka lebih
mendengar temannya daripada orang tuanya sendiri
Kata-kata
orangtua tak lagi berharga kecuali
jika kita sudah MENABUNG
kedekatan dan penghormatan sejak mereka masih balita
Jika
anak-anak itu tidak memiliki penghormatan yang tinggi kepada
orangtuanya
maka gurauan teman jauh lebih mereka dengar daripada
sapaan paling tulus dari orangtua
Jika anak-anak itu tidak
memiliki kepercayaan yang penuh kepada orangtua
maka temannya
lebih layak untuk diikuti daripada nasihat paling serius dari
orangtua.
Secara
alamiah anak-anak yang telah memasuki usia remaja memiliki kebutuhan
eksistensi
Mereka ingin didengar, diakui, dihargai dan
dipercaya
Mereka ingin menunjukkan bahwa dirinya memiliki
kemampuan dan hak menentukan.
Mereka akan berontak dari
orangtuanya kecuali jika kita selaku orangtua telah
MENABUNG
kredibilitas, kepercayaan terhadap itikad baik
dan ketulusan di
mata anak-anak kita...
Tak
lama lagi mereka akan menikah
Sesudah berlalu masa remaja
datanglah masa dewasa
Inilah masa ketika anak-anak yang dulu
merindukan bapaknya itu sudah
benar-benar mandiri
Mereka tak
lagi memerlukan orangtua kecuali
jika iman menancap kuat di hati
mereka
Inilah yang menjadi kekuatan dalam diri mereka
untuk
berkhidmat kepada orangtua...
Jadi,
sebenarnya mereka berkhidmat bukan karena
sangat besarnya
kerinduan dan penghormatan pada orangtua tetapi
karena dorongan
untuk meraih ridha Allah 'Azza wa Jalla....
Ya..ya..,
zaman berganti masa bertukar, masa berganti. Yang dulu muda sekarang
tua. Yang dulu kanak-kanak sekarang dewasa. Yang dulu terlihat gagah,
sekarang mungkin sudah renta tak berdaya. Sebagian lagi mungkin sudah
lama dikuburkan jenazahnya. Tak ada lagi kekuatannya untuk berbuat,
tak ada lagi kemampuannya untuk melakukan perubahan.
Akan
tetapi ……..
Mereka
yang telah menyemai keyakinan, kebaikan dan kemuliaan, sesungguhnya
tetap hidup kebaikannya. Melalui anak-anak yang kuat karakternya,
tinggi harga dirinya, besar cita-citanya dan jiwanya senantiasa rindu
untuk melakukan amal yang terbaik (ahsanu ‘amala), para orangtua
itu sesungguhnya tetap menabung kebaikan meski kafan berselimut
kafan. Sesungguhnya tidak ada lagi yang bias diharapkan dari
anak-anak sesudah kita mati kecuali keshalihan. Anak-anak shalih yang
mendo’akan merupakan harta berharga yang tak dapat digantikan oleh
do’a seribu manusia.
Alhasil,
shalih dulu baru doa. Seibu tangan yang terangkat untuk mengaminkan
doa saat kenduri, tak ada nilainya dibanding bersimpuhnya seorang
anak di hadapan Allah ta'ala karena amat besarnya keinginan untuk
memohonkan ampunan bagi orang tua. Doa yang diucapkan dengan lantunan
indah disertai kalimat yang bersanjak-sanjak, tetapi ia tidak punya
hubungan apa-apa dengan yang didoakan kecuali sebagai pendoa suruhan,
sungguh tak ada artinya dibanding sebaris permohonan yang diucapkan
oleh anak-anak kita sendiri.
Ya..ya..ya..
Shalih dulu baru doa. Shalih itu berkait dengan hati, berhubungan
dengan iman, dan penopangnya adalah ilmu. Ia bisa kita semai dengan
subur pada jiwa yang tenteram. Cerdasnya otak sama sekali tak bias
menolong apabila jiwa mereka hampa. Kosongnya jiwa membuat sebanyak
apapun nasihat kita berikan, hanya tersimpan rapi dalam pikiran. Ia
tidak memberi pengaruh terhadap tindakan apalagi pada kehidupan yang
lebih luas.
Maka,
apakah yang sudah kita lakukan untuk mengisi ruang jiwa anak kita?
Sungguh,
waktu kita sangat pendek. Anak-anak kita tak selamanya menjadi
balita. Mereka akan tumbuh menjadi kanak-kanak, remaja, dan kemudian
dewasa. Hari ini mereka memerlukan kita.
Hari
ini mereka amat besar kerinduannya kepada kita.Di antara mereka
mungkin ada yang belum kering air matanya karena berharap bisa
bercanda, tetapi bapak/ibunya sudah bergegas pergi untuk merebut
sebuah kata yang bernama sukses. mereka berlelah-lelah atas nama
anaknya, padahal anaknya sedang kelelahan karena menunggu kesempatan
untuk bermain bersama bapak/ibunya. Mereka ingin berbincang dan
bercanda, meski hanya sebentar. Dua menit saja.
Ya..ya..ya..selagi
mereka belum dewasa, belum pula menginjak usia remaja, inilah saat
berharga untuk anak kita. Inilah saatnya kita meluangkan waktu kita
untuk menyapa mereka, sebentar saja... Inilah saatnya bagi kita untuk
mengisi ruang jiwa anak-anak kita. Semoga dengan itu, mereka kelak
akan generasi yang kuat jiwanya, besar semangatnya, kokoh imannya dan
tak putus-putus doanya untuk kita.
Sungguh,
tak akan pernah ada waktu menguati jiwan anak-anak kita, kecuali kita
sengaja meluangkannya. Selonggar apapun waktu kita, sama sekali tidak
ada artinya jika kita tidak meluangkannya untuk mereka. Begitu pula
sebanyak apapun waktu kita bersama anak, tak ada yang bisa kita
kerjakan bersama mereka jika kesempatan itu datang semata-mata karena
kita tidak punya pekerjaan yang harus diselesaikan. Sebaliknya, di
saat paling sibuk pun kita akan bisa menyapa mereka jika kita
benar-benar mau melakukannya.
Lalu
apakah yang sudah kita lakukan?